Selasa, 14 Maret 2017

Prinsip Etika dalam Bisnis

CAKUPAN ETIKA BISNIS
     Masalah etika bisnis atau etika usaha akhir‐akhir ini semakin banyak dibicarakan. Hal ini tidak terlepas dari semakin berkembangnya dunia usaha di berbagai bidang. Kegiatan bisnis yang makin merebak baik di dalam maupun di luar negeri, telah menimbulkan tantangan baru, yaitu adanya tuntutan praktik bisnis yang baik, yang etis, yang juga menjadi tuntutan kehidupan bisnis di banyak negara di dunia. Transparansi yang dituntut oleh ekonomi global menuntut pula praktik bisnis yang etis. Dalam ekonomi pasar global, kita hanya bisa survive jika mampu bersaing. Untuk bersaing harus ada daya saing yang dihasilkan oleh produktivitas dan efisien. Untuk itu pula, diperlukan etika dalam berusaha atau yang dikenal dengan etika bisnis karena praktik berusaha yang tidak etis dapat mengurangi produktivitas dan mengekang efisiensi dalam berbisnis. 
    Richard T. De George (1986) dalam Teguh Wahyono (2006, p. 155‐156) memberikan empat macam kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai cakupan etika bisnis. 
1. Penerapan prinsip‐prinsip etika umum pada praktik‐praktik khusus dalam bisnis.
2. Etika bisnis tidak hanya menyangkut penerapan prinsip etika pada kegiatan bisnis, tetapi merupakan ’meta‐etika’ yang juga menyoroti apakah perilaku yang dinilai etis atau tidak secara individu dapat diterapkan pada organisasi atau perusahaan bisnis.
3. Bidang penelaahan etika bisnis menyangkut asumsi mengenai bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis juga menyoroti moralitas sistem ekonomi pada umumnya serta sistem ekonomi suatu negara pada khususnya.
4. Etika bisnis juga menyangkut bidang yang biasanya sudah meluas lebih dari sekedar etika, seperti misalnya ekonomi dan teori organisasi. 

    Pada keempat bidang tersebut, etika bisnis membantu para pelaku bisnis untuk melakukan pendekatan permasalahan moral dalam bisnis secara tepat dan sebaliknya mendekati permasalahan yang terjadi pada bisnis dengan pendekatan moral yang mungkin sering diabaikan. Etika bisnis akan membuat pengertian bahwa bisnis tidak sekedar bisnis, melainkan suatu kegiatan yang menyangkut hubungan antar manusia sehingga harus dilakukan secara ’manusiawi’ pula. Etika bisnis akan memberikan pelajaran kepada para pelaku bisnis bahwa bisnis yang ’berhasil’, tidak hanya bisnis yang menuai keuntungan secara material saja melainkan bisnis yang bergerak dalam koridor etis yang membawa serta tanggung jawab dan memelihara hubungan baik antar manusia yang terlibat di dalamnya. Jika disimpulkan, etika bisnis memiliki tujuan yang paling penting yaitu menggugah kesadaran tentang dimensi etis dari kegiatan bisnis dan manajemen. Etika bisnis juga menghalau pencitraan bisnis sebagai kegiatan yang ’kotor’ penuh muslihat dan dipenuhi oleh orang‐orang yang menjalankan usahanya dengan licik.

PRINSIP‐PRINSIP ETIKA BISNIS
     Secara umum, prinsip‐prinsip yang berlaku dalam kegiatan bisnis yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia. Demikian pula, prinsip‐prinsip itu sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh masing‐masing masyarakat. Bisnis Jepang akan sangat dipengaruhi oleh sistem nilai masyarakat Jepang. Eropa dan Amerika Utara akan sangat dipengaruhi oleh sistem nilai masyarakat tersebut dan seterusnya. Demikian pula prinsip‐prinsip etika bisnis yang berlaku di Indonesia akan sangat dipengaruhi oleh sistem nilai masyarakat Indonesia.
    Tanpa melupakan kekahsan sistem nilai dari setiap masyarakat bisnis, secara umum menurut Sonny Keraf ( 1998) ada beberapa prinsip etika bisnis yakni :
1. Prinsip otonomi.
    Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Orang bisnis yang otonom adalah orang yang sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajibannya dalam dunia bisnis.  Jadi orang yang otonom   adalah orang yang tahu akan tindakannya, bebas dalam melakukan tindakannya, tetapi sekaligus juga bertanggung jawab atas tindakannya.  Kesediaan bertanggung jawab merupakan ciri khas dari makhluk bermoral. Orang yang bermoral adalah orang yang selalu bersedia untuk bertanggung jawab atas tindakannya.
     Secara khusus dalam dunia bisnis, tanggung jawab moral yang diharapkan dari setiap pelaku bisnis yang otonom mempunyai dua arah, yakni tanggung jawab terhadai diri sendiri dan tanggung jawab moral yang tertuju kepada semua pihak terkait yang berkepentingan (stakeholders) yakni konsumen, penyalur, pemasok, investor, atau kreditor, karyawan, masyarakat luas, relasi‐relasi bisnis.

2. Prinsip kejujuran.
    Ada tiga lingkup kegiatan bisnis modern yang sadar dan mengakui bahwa kejujuran dalam berbisnis adalah kunci keberhasilan, termasuk untuk bertahan dalam jangka panjang, dalam suasana bisnis penuh persaingan yang ketat. Ketiga itu adalah:
a. Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarat‐syarat perjanjian dan kontrak. Dalam mengikat perjanjian dan kontrak tertentu, semua pihak secara priori saling percaya satu sama lain, bahwa masing‐masing pihak tulus dan jujur dalam membuat perjanjian dan kontrak itu dan lebih dari itu serius serta tulus dan jujur melaksanakan janjinya. Kejujuran ini sangat penting artinya bagi kepentingan masing‐masing pihak dan sangat menentukan relasi dan kelangsungan bisnis masing‐masing pihak selanjutnya.
b.  Kejujuran juga relevan dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Dalam bisnis modern penuh persaingan, kepercayaan konsumen adalah hal yang paling pokok.
c.  Kejujuran juga relevan dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan. Kejujuran dalam perusahaan justru inti dan kekuatan perusahaan itu.

3. Prinsip keadilan.
       Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Keadilan menuntut agar tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya.

4. Prinsip saling menguntungkan.
   Prinsip saling menuntungkan menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak. Prinsip ini bisa mengakomodasi hakikat dan tujuan bisnis.

5. Prinsip integritas moral.
     Prinsip ini terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya atau nama baik perusahaannya. Prinsip ini merupakan tuntutan dan dorongan dari dalam diri pelaku dan perusahaan untuk menjadi yang terbaik dan dibanggakan. 




sumber: http://download.portalgaruda.org/